Selasa, 30 November 2010

Selamat Malam Uda

Selamat malam Uda...
Entah apa yang hendak saya ceritakan malam ini, malam ini saya sedang berbaring dalam keadaan hidung tersumbat, nafas tersengal-sengal, mata benar-benar tak mau untuk dipejamkan, pening sekali rasanya, memang sengaja menunggu malam sedikit larut untuk tertidur. Menunggu Uda telpon. Rasanya sudah menjadi kebiasaan setiap sebelum tidur mendengar suara Uda, jika suatu malam saya tertidur sebelum Uda telpon, pagi saat awal membuka mata bahkan saya lupa mengangkat kedua tangan untuk berdo'a, tangan ini lebih memilih memencet keypad HP dan memastikan ada satu panggilan tak terjawabdari Uda, kadang yang saya harapkan tak ada, satu panggilan tak terjawab yang mengantar tidur atau menyapa bangun dari Uda tak ada, ini yang membuat saya bergumam kecil "hemmm...gak ada, kemana ya???". Mungkin saya sudah mulai tergantung dengan mendengar suara Uda sebelum terlelap, diam-diam saya khawatir dengan perasaan saya sendiri,tak ada yang bisa menjaga perasaan ini kecuali diri saya sendiri. Suatu saat ketika saya mulai menunggu lebih larut dan Uda mulai bosan mengantar saya mengantuk maka sayalah yang akan berada dalam keadaan sulit. bagaimanapun tergantung adalah hal yang sangat berbahaya, saya akan semakin sulit mengantuk dan tertidur, bahkan mungkin akan gelisah semalaman, ini sangat saya takutkan, tepatnya saya takut kecewa.

Uda,,,,saya ingin Uda lebih sabar menunggu, melibihi sabar saya menunggu tiap malam, entah sampai kapa saya siap, sayapun belum tau, saya masih terlalu takut menceritakan sejauh ini saya melangkah pada bapak, saya tau semakin saya mengulur waktu, maka semakin jauh saya melangkah, dan saya benar-benar belum berani untuk saat ini. Tapi keputusan hidup Uda sepenuhnya ada di tangan Uda, Uda berhak memilih jalan hidup Uda, MENUNGGU ATAU PERGI, Uda menunggu saya senang Uda pergi seharusnya saya tenang, tapi saya harap Uda tidak berfikir saya main-main dengan komitmen kita jika saya berkata demikian. Bukankah saya dan Uda sama-sama sepakat bahwa hubungan kita tidak mengikat. Saya senang Uda ada untuk saya

Selamat malam Uda...
Saya sudah mulai mengantuk menunggu, sepertinya malam ini Uda tak menyapa, tak apa, seharusnya saya mencoba untuk terbiasa

Selamat malam Uda...
Jangan diamkan saya seperti ini Uda,,,saya bingung. Apa yang saya gelisahkan saat Uda diamkan saya benar-benar buat saya kepikiran. Mungkin benar saya mulai tergantung pada Uda, saya mulai menikmati menjadi bagian dari hidup Uda. Mendengar Uda cerita, digoda dengan pura-pura mau selingkuh, ejekan Uda yang jelas-jelas bilang saya jelek dan hal-hal lain yang saat ini saya sudah terbiasa.
Maafkan saya untuk yang kemaren, jika ini yang menjadi alasan Uda mendiamkan saya, maafkan saya saat tanpa sadar saya buat Uda jengkel, maaf karna saya gak kasi perhatian waktu Uda pusing, bukan niat gak perhatian Uda, tapi saya gak enak sama Uda, lebih besar rasa khawatir saya akan respon Uda dibanding khawatir saya akan keadaan Uda. Saya khawatir Uda gak nyaman dengan saya terlalu banyak tanya ini itu. Saya khawatir Uda terganggu ketika saya telpon, saya hanya khawatir Uda marah Uda kecewa Uda gak suka, maafkan saya Uda, ternyata saya masih belum faham untuk bersikap.

Catatan 3 hari dalam gelisah

Selasa, 07 September 2010

Manis Dan Semut

Orang bicara manis adalah madu, itu biasa
Orang berkata manis adalah tebu, itupun biasa
Orang berkata manis karna tak tau, hampir menjadi biasa
Banyak cerita tentang manis dan semut
Tapi belum dengarkah kau mengenai manis yang manis rasa saat semut menggiring rasany
Kadang keringat semutpun jadi ikut asin
Manis dan semut akan jadi cerita
Menjadi fenomenal dan akan dikenang
Saat tiap langkah semut meneteskan keringaj
Dan orang kira manis yang digiring sedang dilupa
Salah...

Sabtu, 03 Juli 2010

Wednesday

Entah dengan kata apa aku harus memulai. Yang jelas masih dalam konteks mengeja dan membaca dari apa yang direfleksikan cermin-cermin kehidupan yang sempat aku perhatikan. Aku nggak pernah bilang apakah ini ejaan atau hasil bacaan yang benar. Aku senang istilah “mengeja dan membaca” dengan tidak melupakan kata ‘belajar’ pada kata sebelumnya, karena istilah tadarrus pernah sempat kau mempertanyakannya. Mungkin karena aku sangat perasa atau lebih tepatnya sensi banget, pertanyaan itu terdengar bernada sangat minor penuh emosi dan nggak bersahabat. Aku pun cukupkan memakainya setelah itu. “Tadarrus yang nggak usai melengkapi catatan hidupkku”. Bukan berarti tanpa dasar aku sekarang lebih senang dengan istilah ‘belajar mengeja dan membaca’. Aku sengaja tidak membicarakannya agar kamu tidak bingung lagi harus membalas apa dan bagaimana seperti biasanya setelah membaca tulisanku. Kamu boleh mempertanyakannya kalau mungkin dengan 5W dan 1H plus dengan kombinasi-kombinasinya.Kalau kemarin aku ucapkan terima kasih, sekarang pun tetap sama walau obyek refleksi cermin-cermin itu mengajakku menengok ke dalam. Realitanya tuhan telah menciptamu dan Dia telah mengizinkanku mengenalmu sehingga kamu, sekali lagi, menjadi media bagiku untuk ‘belajar mengeja dan membaca’ malam ini. Aku berharap tulisan kemarin membawa satu ketenangan baru dalam hidupku. Ternyata… entah suara apa atau siapakah ia yang memaksaku masuk pada kegelisahan baru. “Benarkah ini bentuk kepasrahan? Benarkah ejaan dan hasil bacaanmu itu ado? bukankah Dia menciptakan segala kemungkinan rasional sekaligus irasional? Dengan satu ejaan dan bacaan kemarin bukannya itu berarti kamu telah, dengan bukan bahasa verbal, mengatakan bahwa ejaan dan hasil bacaan ini benar? Sombong banget. Bahkan itu juga memungkinkan dimaknai kamu putus asa akan nikmat-Nya dan bukanya malah pasrah? Benarkah dengan tidak lagi berani mengharapkannya merupakan jaminan kamu telah mensyukuri nikmat-Nya? Bukankah dengan tetap berusaha sedaya upaya, tentunya yang tidak melanggar aturan-aturan yang ditetapkan-Nya, kemudian menyerahkan apa pun hasilnya adalah makna dari pasrah yang sesungguhnya? Sebenarnya kamu cuma cari alasan pembenar tindakanmu saja kan ado..? pada dasarnya kamu itu pengecut, kamu tidak berani memperjuangkan perasaanmu. Kalau tidak demikian, lantas mengapa hari-harimu selalu dibayangi anak itu? otakmu penuh memikirkan anak itu. kamu kehilangan kewarasanmu. Belum tentu ia di sana ingat kamu. Kamu hanya takut akan kesan negatifnya padamu kan? Kamu egois banget. Kenapa mesti takut? Bukannya ia sering bilang “biasa aja”? kenapa kamu masih tidak percaya biasanya itu benar-benar biasa? Kamu selalu menuruti perasaanmu yang menganggap itu ‘biasa yang tidak biasa’. kamu memang sulit untuk mengerti dan dimengerti, ………………………………………………………………………………………………………….”Semua ini sangat melelahkan. Sebenarnya banyak sekali yang ingin ku tulis. Tapi, entah mengapa aku jadi malaassssssssssssssssssssss banget. Aku hanya ingin kamu ucapkan selamat tidur padaku dari mengingatmu. Setelah itu kamu boleh tertawa sepuasmu. Kabarkan pada semua orang bahwa aku memang tidak pantas untukmu. (Maaf untuk yang ini)

kesalahanku adalah aku berpikir kalo aku penting sehingga aku mesti peduli dengan kesan orang. padahal kenyataannya aku nggak pernah penting. terserah kamu mau bagaimana. semuanya uda nggak penting. silahkan berbuat sesuka hati kamu. mau biasa oke, biasa yang nggak biasa pun oke.

Selasa, 08 Juni 2010

Cerita

Pagi ini aku pilih sarapan sedikit beda dengan pagi-pagi sebelumnya, pagi ini aku hanya mencicipi sepotong coklat itupun tak sampai sedikit bersisa, aku tinggalkan diatas meja berharap mungkin ada semut-semut yang mau membantuku menghabiskan, aku menunggu lebih dari setengah jam, dalam penantian membosankan seperti seorang lelaki disamping waduk menunggu kailnya digaet ikan. Agak terasa lelah kemudian aku mengalihkan diamku pada hal lain, pergi meninggalkan sisa potongan coklat dalam keranjang sampah, aku membuangnya sia. Besok lebih pagi lagi aku akan sarapan menu yang berbeda, dalam benakku hari ini berkata bahwa manis bisa saja aku rasa sekecap saja jika aku mau, dan bisa lebih lama jika aku kembali mau.
Habis sudah seharusnya apa yang harus diingat, sebenarnya tulisan ini sengaja aku tulis karna ingin sedikit merampungkan ingtanku tentang seseorang, bukan untuk mengenang sebenarnya, sekedar agar aku menjadi benar-benar sadar, Rupanya aku masih ingin mengurungkan niat untuk menulis rangkumanya, tapi ternyata otakku sedang maju mundur antara terjal dan dangkal, antara sakit dan senang, antara berani dan enggan, Dan akhirnya khawatirku menjadi menang, namun jariku memberontak tetap saja menari.....hemmmmmm....lucunya satu tubuh dengan banyak obsesi

Sebelum Ramadlan di tahun 2007
Kalau hendak diibaratkan, saat itu aku seperti anak ayam yang masih begitu merah, berkotek-kotek kecil memberanikan diri menyapa ayam lain yang sudah lebih dulu menetas. Mencoba mengenal orang baru, hal ini yang waktu itu aku lakukan, hingga kebetulan atau takdirkah waktu itu aku menjadi mengenal seseorang. Mengaguminya, itu dia. Tapi waktu itu aku bukan perempuan kecil yang senaif perempuan lain. Aku tak pernah menutup telinga tentang orang ini, aku masih mendengar walaupun tak melihat, sebagian kesalahanku terletak disini, ketika aku terlalu banyak mendengar dan sama sekali tak hendak melihat. Saat itu dalam fikiranku terlintas "se-enggaknya aku dengar"
Orang ini rajin menyapaku, lewat ucapan selamat, teguran sederhana dan beberapa hal kecil yang mungkin lebih banyak aku lupa. Untung aku gak segitu bodohnya. Sekarang saat aku mengingat aku tertawa kecil, tertahan sekali

Tiga tahun yang lalu
Orang ini membuatku takut, menyapa dengan sapaan berbeda, tak pernah aku dengar seserius ini sebelumnya. Kali ini aku kembali tertawa kecil dan sedikit aku lepas. Bodohnya aku percaya, bodohnya aku gede rasa, bodohnya kala itu aku tersenyum, aku memang tak pernah menutup telinga, tapi bukan berarti dengan demikian kemudian aku mati rasa, bodohnya aku senang, untungnya aku masih pandai bersembunyi, sehingga jika saat ini aku mulai dapat mendengar dan melihat aku tak terlalu banyak menyesal pernah senang, karna saat itu aku senang dalam hati. Aku ingin tertawa lagi kali ini, lucu melihat diriku sendiri dalam ingatan. Benar bila dikata "Jangan buat kenangan yang membuat sesal dimasa nanti". Tiga tahun lalu aku begitu memegangnya, untuk itu senyumku ku sembunyikan. Saat ini ingin rasanya orang itu melihat aku tertawa kecil, menertawakan cerita kami tiga tahun yang lalu, mungkin dia yang menyesal pernah begitu dekat menyapaku, tapi mungkin juga tidak, karena sampai saat ini dia masih di sini. Bukan...bukan disampingku...bukan juga di hati dan fikirku...tapi di dunia maya ini. haha

Beberapa bulan yang lalu dalam keadaan masih gede rasa
Masih tentang orang yang sama, orang yang sempat buat aku terkagum-kagum tapi setengah hati bilang benci, sulit menceritakan, melukiskan, menggambarkan semua apresiasiku mengenai orang ini, aku mengaguminya tapi memanggilnya GERANDONG *mungkin pernah baca di beberapa kisah di blog ini*. Aku marah padanya tapi kata-katanya selalu membuat aku tersentuh. Berkali aku mencoba biasa, tapi ternyata tak bisa sebiasa biasanya. Aku bodoh memaknai rasaku sendiri. Dia masih ada sampai saat ini, tapi masih tidak disisiku, karna mungkin takan pernah terjadi. Aku hanya terjebak dalam catatan panjang yang membuat aku melayang, kasian aku,,,ini penjara yang mematikan. Tapi aku tidak mati.

Ramadahan 1 Tahun yang lalu
Kisah ini menjadi awal aku marah dan menangis pada ibu, menjadikan catatan hitam yang sekarang tak lagi hitam, dan saat hal itu terjadi aku menjadi manusia terbodoh dalam berbahasa, pun dalam bahasa mata aku tak bisa

November tahun lalu
Bukan dengan lelaki yang aku sebut Gerandong atau yang lain, orang ini hadir membuat aku gagu di hadapan ibu, membuat aku menangis sejadinya tanpa dipeluk, aku pernah mengisahkan tentangnya di blog ini pada cerita Gadis Part I, tapi laki-laki itu sudah tak ada saat ini, sudah bertemu dengan rusuknya yang hilang pada hari ini, LEGA rasanya, semoga yang terbaik menjadi bagian dari hidupnya, Amin...

Ramadhan tahun ini
.................................................................rahasia ..... masih dijalani jadi malu yang mau cerita

Jumat, 14 Mei 2010

Apa Judulnya?

Sudah lama gak mampir di sini, tempat yang awalnya aku ciptakan sebagai teman bercerita setelah sudah aku curahkan tuntas diatas sajadah. Dan hari ini aku kembali hendak buang sampah, sampahnya benar sudah begitu banyak tertimbun dalam otakku, benar-benar jengah rasanya, belakangan ini hanya menangis dan menagis, Aku sedang disibukkan dengan kata 'rela' betapa sulitnya. Sesulit aku menceritakan bagaimana aku bersedih....Aku benar-benar sedang sedih, sedikitpun aku gak bisa cerita, jemari ini sudah basah karna air mata. Aku benar-benar sedang sekarat, sedikitpun aku tak bisa paksa tertawa, semakin kuhapus semakin saja berlinang
Kenapa Tuhan???
Aku ingin sekali bicara, tapi rasanya aku tersandung dalam sebuah pernyataan dan satu pertanyaan. Pernyataan bahwa "Memang bukan tak ada yang mengerti, tapi keadaannya membedakan tanggapan" aku lelah dengan ini, benar bila dikata aku hanya ingin difahami, suntukku membuat kata-kataku berlompatan tak beraturan, Aku acak-acakan. Dan tentang satu petanyaan "Adakah masalah pada diriku?". Ada, masalah tentang aku yang belum aku tau.
Menarik nafas panjang sudah bukan solusi, tidur apalagi, Aku sudat terlalu banyak berlari, sehingga tidak mungkin berlari lagi, Aku jatuh kali ini, jatuh dan sakit, begiutu bodohnyua aku kemarin, hingga aku tak pernah sadar aku sakit parah selama ini, aku lumpuh tapi melangkah, aku buta tapi memandang. Seharusnya semua iba pada diriku yang tertawa. Aku sakit Tuhan.....
Inikah gila Tuhan???

Sabtu, 23 Januari 2010

Aku Pergi, Karena Betapa Bodohnya Aku

Bolehkah dengan dalam merunduk?
Jengahkah jika makin dalam mendekam?
Bodohkan merenung kemudian tertidur?

Sepertinya benar-benar harus sembunyi
Mendekam seredup angin kala hujan
Dan membiarkan diri diantara riuh asap kendaraan
Adalah salah jika kemudian menghirup pelan

Sepertinya bersembunyi harus benar-benar
Sebelum raja-raja, para tuan, bangsawan dan rendahan layaknya aku datang
Dengan kereta kecil yang ku buat sendiri aku berusaha mengayuh
Sekecil harapanku keringat ini bertarung jatuh

Aku salah...., itu mungkin
Yang aku rasa...
Aku tak pernah menyapa siapapun dengan bahasa kata
Tak pernah menegur siapapun dengan bahasa senyum
Tak pernah bercengkramabersama siapapun dengan bahasa cinta

Tapi mungkin memang aku yang salah
Tempurungku aku lepas
Sisikku aku letakkan
Tanpa sahaja aku berjalan
Sekenan aku mau, Semau aku hendaki
Tanpa berfikir angin sedang ribut disekitar
Asap kendaraan mengepul kencang

Mungkin benar......
Akulah yang harus pergi
Kembali bertempurung
Dan kembali bersisik
Mencoba enyah sesaat
Diam beberapa lama
Mencari sejuk dengan kipas dalam genggam, bukan kipas dari alam
Menghirup embun pada malam, bukan pada asap kendaraan kelam
Aku pergi...
Sampai aku benar-benar harus kembali

Aku tau...semuanya akan berkata
"Betapa bodohnya aku"

Minggu, 17 Januari 2010

Kenapa Begini?

Kenapa begini?
Itu selalu yang bisa aku tanyakan

Kenapa bisa-bisanya hidup dengan selalu bertanya?
Tanpa bisa menjawab apapun
Tanpa setia pada rasa yang dirasa

Dikata berlari
Aku tak sedang berlari
Dikata menghadapi
Akupun tak sedang menghadapi

Ternyata hidup memanglah ketidak tahuan
Tidak tahu apa kejutan yang akan tuhan hadirkan
Hidup memanglah hanya kehadiran diri
Menghadiri kebahagiaan atau kesedihan
Keduanya adalah pilihan
Pilihan yang kadang tidak kita ketahui
Bahwa ternyata kita sedang memilih

Menghempaskan tubuh kemudian mendengus panjang
Adalah peristirahatan sementara
Entah itu ampuh atau tidak
Setidaknya bisa dirasa tenangnya sesaat

Mendenguslah sepanjang mungkin
Pilihan sadang akan dijalani
Meski tidak pernah kita sadari
Kita sedang memasuki pilihan yang mana
Karena hidup menyediakan pilihan
Dengan menyembunyikan tombolnya

Tapi cukuplah demikian
Semuanya tuhan atur dengan begitu sempurna
Sesempurna ia menciptakan cinta
Tak terasa ternyata dirasa

Tetaplah bertanya
Kenapa Begini?

Dengan begitu "kita tak pernah tidur"

Me

facebook aku